Tuesday 1 September 2015

OBAT ESENSIAL, OBAT GENERIK DAN PENGGOLONGAN OBAT

Dalam rangka meningkatkan akses obat dengan penekannan pada ke tersediaan obat, pemerataan termasuk keterjangkauan dan jaminan ke amanan, khasiat dan mutu obat, maka pemerintah menetapkan kebijakan pelaksanaan program dibidang obat sebagi penjabaran Sistem Kesehatan Nasional dalam bentuk kebijakan obat Nasional (KONAS). Adapun KONAS menggunakan konsep obat ensensial dan obat generic untuk diterapkan pada pemeliharaan dan/atau pelayanan kesehatan untuk masyarakat luas, terutama yg harus dilakukan pemerintah, yang tentunya juga mengikutsertakan swasta.
Dalam rangka melindungi masyarakat dari bahay yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat serta yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan, maka upaya pengamanan telah dilakukan pemerintah melalui peraturan perundangan tentang penyediaan dan pelayanan obat dari aspek bahaya  dan potensi penyalahgunaannya.

OBAT ESENSIAL

Konsep obat esensial dilakukan dengan penyusunan Daftar obat Esensial Nasional, tidak lain dengan maksud untuk meningkatkan efensiensi penggunaan dana serta ketepatan dan kerasionalan penggunaan obat dalam rangka memperluas dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penerapan konsepsi daftar obat esensial dan/atau penyelenggaraan pengadaan dan ketersediaan obat esensial untuk pencukupan dan pemenuhan kebutuhan upaya dan pelayanan kesehatan  dalam program semesta nasional terutama ditekankan pada obat generic yang paling menuntungkan dan paling diperlukan.
Obat Esensial adalah obat terpilih untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi yang diupayakan etsedia diunit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Maka pemilihan obat esensial dari obat generic dibatasi pada jenis obat generic yang benar-benar diperlukan, sesuai dengan pola kebutuhan dan program kesehatan, dan memperhatikan jenis obat generik yang yang lebih menguntungkan masyarakat terbanyak, ditinjau dari segi khahiat, keamanan, mutu dan nilai. Dengan demikian, selain mempertimbangkan rasio manfaat-resiko bahay, juga harus dipertimbangkan rasio manfaatnya-biaya, mutu terjamin termasuk stabilitas dan bioavailabilitasnya, praktis dan penyimpanan, pengangkutan, penggunaan dan penyerahan, menguntungkan dalam kepatuhan dan penerimaan oleh pasien.
Penerapan konsepsi obat esensial, dengan maksud untuk pengadaan dan ketersediaan obat esensial untuk keperluan nasional, dimulai dari sector Pemerintah, dan secara bertahap dikembangkan ke sector swasta. Upaya pengadaan dan ketersediaan obat esensial seperti itu, perlu didorong dengan gerakan nasional yang dikokohkan perundangan untuk memasyarakatkan konsep obat esensial dan informasi obat esensial terhadap keungulan dan keandalan mitu, khaiat dan keamanan obat esensial, agar masyarakt luas mengerti dan memahaminya, terutama para praktisi medis seperti  dokter dan apoteker.
Daftar obat Esensial Nasional atau DOEN mulai disusun tahun 1991 dan kemudian mengalami revisi beberapa kali dan terakhir pada tahun 2008, Revisi DOEN itu dilakukan bardasarkan atas penilaian dan tijauan kembali oleh para ahli, sebagai team ahli tertunjuk untuk melakukan perubahan dan revisi berdasarkan data dan informasi baru dari berbagai sumber, terutama data registrasi obat, data hasil pemantauan efeksmping obat (MESO) domistik dan global dan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga dari publikasi ilmiah.
Dari hasil penilaian obat sebagai obat dilarang untuk digunakan dalam terapi, oleh karena keamananya tidak lagi terkendalikan disebabkan reaksi adversus senyawa obatnya, mana yang dilarang dan mana yang tetap dapat digunakan dalam terapi misalnya untuk derivate salisilat, asam salisilat,  tetap digunakan sebagia  antiferitikum begitu pula derivate pirazolon piramidon dirarang sedangkan metampiron masih tetap dapat digunakan dalam terapi sebagai analgetikum.
Dengan demikian upaya pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dapat terpenuhi, termasuk penyediaan obat lebih merata dan terjangkau masyarakat dengan mutu khaiat dan keamann yang terjamin.
Agar dapat mudah dimengerti dan dipahami dan lebih mudah pula digunakan, susunan DOEN telah diselaraskan dengan susun WHO Model List of Esensial Drugs, Selain itu DOEN dibedakan susunannya menjadiDOEN menyeruruh , DOEN rumah sakit, DOEN Puskesmas, dan DOEN pos obat desa, Pembuatan DOEN dilakukan melalui penulisan nama generik

OBAT GENERIK

Obat generic yang masih tetap diperkenalkan terdapat dalam ketersediaan terapi untuk pengobatan meliputi ragam dan jenis dengan lingkup cukup luas, dapat digunakan untuk semua terapi pengobatan yang menghendaki intervensi obat, dapat dipilih menjadiobat generik yang paling menguntungkan, dalam arti dengan khaiat nyata dan keamanan yang terkendalikan.
Obat generik dibedakan menjadiobat generik resmi dan obat generik tidak resmi. Obat generik resmi dimuat dalam buku resep sebagai monografi atau disebutkan dalam ketetapan perundangan, misalnya obat esensial.
Obat generik yang dikenal sekarang ini berasal dari obat paten yang sudah daluwarsa hak perlindungan paten;sejak pembeasan hak patennya, obat paten itu menjadiobat dengan status umum dan disebut obat generik, dan tidak ada lagi pemilik obat itu yang sah, siapa sja dapat melakukan usha dagang untuk obat generik, tampa ada gugatan dari pihak manapun(Hak paten adalah hak eklusif yang diberikan kepada negara kepada investor atau hasil investasinya dalam bidang teknologi  yang untuk waktu tertetu(20 tahun) melaksanakan sendiri investasinya atau memberikan persetujuan untuk melaksanakannya(no 14 Tahun 2001 tentang paten) )
Obat generik tidak memiliki hak kepemilikan, kecuali jika obat generik itu dijual dan diedarkan menggunakan nama dagang. Oleh karena itu obat generik dapat diusaha oleh/atau siapapun, dalam arti obat generik dapat diusaha dagangkan secara bebas.
Nama generik dapat berupa dan/atau berasal dari nama trivial, lazim, nama singkatan, nama kimia atau nama resmi internasional seperti International Nonproppietary Name(INN), Nama generik disebut nama generik resmi jika nama itu dijadikan judul monografi buku resmi, misalnya farmako indonesia, dengan demikian terdapat kepadanan nama diantara nama obat generik yang sudah disebutkan tadi. Nama generik yang tidak merupakan dan/atau dijadikan judul monografi buku resmi, disebut nama generik tidak resmi, dan nama dagang yang sudah kadaluarsa berubah menjadinama generik misalnya;asetosal, parasetamol dan vaslin.
Berdasarkan atas nama yang disandang obat generiknya dalam usaha dagang maka disebut obat generik saja atau jika menggunakan nama generik dan juga menggunakan nama dagang maka dalam peredaran pasar, dikenal nama obat generik dagang (branded generic medicines).
Obat generik dikenal dari karakter obat jadinya yang bersipat umum tampa adanya ikatan kemilikan, tetapi tetap harus senantiasa memenuhi ketetapan peraturan perundang-undangan, baik ketentuan, pengertian, kreteria, dan persyaratannya.
Sementara itu jika menyebutkan istilah kegenerikan obat, hal tersebut mencakup semua aspek karakter obat jadi, setidaknya meliputi hak ke pemilikkan, nama, sediaan kestabilan, keamanan, keselamatan dan jika kehendaki, juga cemaran mikroba dan informasi obat.
Obat generik berlogo adalah obat generik yang menyandang logo yang diciptakan pemerintah, sebagai lambang yang menyatakan bahwa obat generik tersebut diproduksi pabrik obat yang sudah mendapatkan sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB).  Dengan demikian logo dijadikan tanda adanya jaminan mutu pabrik obat terhadap obat generik yang dihasilkan pabrik obat tadi. Dengan perkataan lain, obat generik yang berlogo memiliki mutu dan tidak alasan lagi menilai obat generik berlogo tidak sekhaiat obat paten;obat generik berlogo setara khaiatnya dibandingkan khaiat obat paten begitu pula keamanannya.

PENGGOLONGAN OBAT DALAM ASPEK KEAMANAN DAN PENGAMANAN

Disamping itu, berdasarkan keamanan dan pengamanan obat, obat dikelompokan atas obat narkotika, obat keras, obat psiotropika dan obat bebas terbatas dan obat bebas.
Obat Narkoyika (Opiat=O) adalah obat atau zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sentetis maupun semisentetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Peredaran produ jadiobat narkotika dikemas dalam wadah kemasan yang diberi tanda palang merah didalam lingkaran berwarna putih.
Obat Keras adalah obat yang termasuk dalam daftar obat yang hanya bolehdiserahkan oleh apoteker, dokter dan dokter gigi, Apoteker menyerahkan obat keras tersebut hanya berdasarkan permintaan (resep) dari dokter, doktergigi dan dokter hewan. Sedangkan bila dokter atau dokter gigi hanya dapat menyerahkan obat jika obat tersebut diperoleh dari apotek. Pengecualian diberikan menurut Permenkes , beberapa obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker tampa resep dokter, misalnya obat untuk kontrasepsi oral berupa hormon, obat saluran cerna seperti papaverin dan diazepam, obat saluran nafas seperti aminopilin dan salbutamol dan kelompok lainnya. Obat keras yang memerlukan pengawasan khusus termasuk dalam kelompok obat psiotropika.
Obat Bebas Terbatas adalah obat keras dapat diberikan dalam jumlah terbatas, baik dosis maupun jumlah unit sediaanya. Misalnya tablet diberikan dalam jumlah 4 tablet. Obat ini diberikan bersama peringatan tertulis, peringatan tertulis tersebut dituliskan dalam bentuk tulisan putih dengan latar belakang hitam, berisi,
P. No. 1. Awas obat keras : bacalah Aturan pakainya !
P. No. 2.  Awas obat keras : Hanya untuk dikumur jangan ditelan !
P. No. 3 Awas obat keras  :Hanya untuk bagian luar badan !
P. No. 4 Awas obat keras  : Hanya untuk dibakar !
P. No. 5 Awas obat keras  : Tidak boleh ditelan !
P. No. 6 Awas obat keras  :Obat wasir jangan ditelan !
Pada bagian luar wadah/kemasan, diberikan tanda atau logo lingkaran berwarna biru.
Kelompok berikutnya adalah Obat bebas, adalah obat yang tingkat keamanannya sudah terbukti tidak membahayakan, obat ini diberikan logo lingkaran erwarna hijau.

MEMBERIKAN INFORMASI OBAT
Kemajuan yang pesat dibidang kedokteran dan farmasi telah menyebabkan produksi berbagai jenis obat meningkat sangat tajam, Obat pada dasarnya adalah racun yang jika tidak digunakan sebagaimana mestinya akan dapat membahayakan penggunanya, tapi jika obat digunakan dengan tepat dan benar maka diharapkan efek fositifnya akan maksimal dan efek negatifnya menjadisemiminal mungkin.
Pelayanan farmasi yang utuh tidak hanya sekedar mendistribusikan produk obat saja tetapi juga harus disertai dengan memberikan informasi tentang bagai mana seharusnya obat digunakan secara tepat dan benar.

ASPEK-ASPEK YANG PERLU DIINFORMASIKAN

Pada saat kita menyerahkan obat kepada pasien, setidaknya harus diberikan informasi mengenai hal-hal sebagai berikut:
Nama obat
Indikasi
Aturan pakai, dosis, rute  (oral, topikal), frekuensi penggunaan, waktu minum obat (sebelum/sesudah makan) tidak bersama dengan obat lain.
Cara menggunakan
Sediaan berbentuk sirup/suspensi harus dikocok terlebih dulu
Antasida harus dikunyah terlebih dahulu.
Tablet subligual diletakkan dibawah lidah, bukan ditelan langsung, tablet bukal dilatakkan diantara gusi dan pipi, bukan ditelan langsung.
Teknis khusus dalam penggunaan inhaler, obat tetes mata/telinga/hidung/dan supositoria.
Sediaan dengan formasi khusus sepperti tablet lepas lambat (sustained-released (SR)/controled-release(CR) atau sediaan tablet yang harus hancur diusus(enterik-coated)harus ditelan utuh dan tidak boleh digerus.
Cara penyimpanan
Berapa lama obat harus digunakan.
Apa yang harus dilakukan jika terlupa minum atau menggunakan obat.
Kemungkinan terjadinya efek samping yang akan dialami dan bagaimana cara mencegah atau meminimalkannya.

MEMANDU PASIEN BERSWAMMEDIKASI

Saat ini masyarakat banyak melakukan pengobatan sendiri ( swammedikasi ) dimana mereka langsung datang mencari obat untuk mengatasi gejala penyakit yang dirasakan mereka. Masalah-masalah dalam swammedikasi yang perlu menjadiperhatian kita adalah:swadiagnosis yang keliru penggunaan obat secara salah, penggunaan obat berlebihan, anggapan obat bebas pasti aman dan anggapan swamedikasi saja sudah cukup, Oleh karena itu masyarakat perlu dipandu dalam melakukan swamedikasi, antara lain: 1     Mengenali gejala penyakit
Memilih obat bebas/bebas terbatas yang tepat
Membaca dengan teliti informasi pada kemasan, indikasi, kontraindikasi, aturan pakai, efek samping obat, interaksi obat-obat, obat-makanan, keadaan/hal-hal yang harus diwahpadai selama mengomsumsi obat.
Jika gejala menetap bahkan memburuk, segera konsultasi ke dokter
Jika mengalami efek samping obat, hentikan pengobatan dan konsultasi kedokter.
Ada beberapa obat keras yang dapat diperoleh tampa resep dokter yang menyerahkannya dilakukan oleh Apoteker ( DOWA=Daftar Obat Wajib Apoteker )
Jika ada keraguan dalam berswammedikasi, konsultasi ke dokter/Apoteker.

CONTOH OBAT=OBAT YANG TERBUKTI BERSIPAT TERATOGONIK PADA MANUSIA

Obat                                                       Efek teratogonik
Metotreksat                                       malformasi SSP mata, telinga, tangan, kaki
Dietilsbestrol (DES)                         kanker vagina
Karbamazepin, asam valproat           cacat tabung saraf
Fenitoin                                             fetal hydantoin syndrome
Thalidomide                               phocomelia
Warfarin                                          tulang rangka SSP
Alkohol                                            fetal alkohol dyndrome
Isotretinion                                       SSP, craniofacial jantung
Tetrasiklin                                         tulang gigi
ACE inhibitor                                    gagal ginjal,  tengkorak
Sikofosfamid                                     cleft palate,  ginjal tidak berbentun.

PENELUSURAN RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT

Apateker yang melaksanakan asuhan kefarmasian (pharmaceuntical care ) mempunyai tugas pokok yaitu:
Mengindenfikasi masalah terkait penggunaan obat
Mengatasi masalah terkait penggunaan obat yang sudah terjadi, dan
Mencegah masalah terkait penggunaan obat yang berpotensi untuk terjadi.
Agar dapat mengindentifikasi ada tidaknya masalah terkait obat, tentu saja kita perlu mendapatkan data yang cukup tentang pasien dan obat-obat yang digunakannya. Salah satu kegiatan untuk mendapatkan data mengenai penggunaan obat pasien adalah melalui wawancara dengan pasien, dan atau keluarga pasien. Melalui penelusuran riwayat penggunaan obat pasien, kita akan dapat mengindetifikasi apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat, apakah pasien mematuhi rejimen pengobatannya, dan apakah masalah kesahatan yang dialami pasien saat ini disebabkan efek yang tidak diharapkan dari penggunaan obat sebelumnya. Kegiatan ini memerlukan keterampilan berkomunkasi yang efektif dan dilakukan secara sistemetis agar diperoleh data dan informasi yang memadai untuk mengindentifikasi dan membantu pasien dalam mengatasi dan mencegah masalah yang terkait deangan penggunaan obat.
Prinsip-prinsip dalam berkomunikasi yang efektif adalah :
APA materi yang akan dikomunikasikan, menguasai
BAGAIMANA materi tersebut dikomunikasikan dan
KAPAN waktu yang tepat materi tersebut dikomunikasikan.
Untuk menguasai apa materi yang akan dikomunikasikan kita harus membekali  diri dengan pengetahuan tentang obat dan penggunaannya dalam terapi (farmakoterapi). Sedangkan bagaimana materi tersebut dikomunikasikan, kita harus mempertimbangkan latar belakang pendidikan, sosial budaya dan hambatan lain yang mungkin dapat mengganggu komunikasi yang efektif. Wawancara juga harus dilakukan pada waktu yang tepat, di saat pasien/keluarga mempunyai waktu yang cukup, tidak terburu-buru dan mereka merasa siap untuk diwawancarai.



Tahapan dalam melakukan penelusuran  riwayat pengunaan obat yang sistimatis adalah :
Memperkenalkan diri kita
Menanyakan kepada pasien/keluarga panggilan apa yang lebih disukai, hal ini dapat membuat pasien merasa dihargai dan dapat mencairkan suasana menjadilebih bersahabat.
Menjelaskan pada pasien/keluarga maksud dan tujuan wawancara.
Menyepakati hal-hal apa yang akan dibahas selama wawancara. Dengan cara ini baik kita maupun pasien/keluarga mengetahui ruang lingkup wawancara dan menjadiacuan untuk kembali jika isi wawancara sudah bergeser ke topik yang tidak perlu dibahas. Tahap 1-4 merupakan tahap pendahuluan sebelum dilakukan wawancara terutama dalam penelusuran riwayat penggunaan obat pasien.
Menanyakan tentang data tentang(alamat, nomor telepon, umur, dll).
Menanyakan obat-obat yang pernah digunakan baik berupa obat resep dokter maupun obat tanpa resep, obat herbal/jamu dan suplemen.
Perlu ditanyakan mengenai:
nama obat (nama generik, nama dagang),
dosis/aturan pakai,
berapa lama obat digunakan(dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala aja, dll).
Seringkali pasien/kelurganya tidak mengetahui atau lupa nama obat yang pernah dan sedang digunakannya, sehingga ada baiknya meminta mereka membawa serta obat-obat yang masih tersisa dan memperlihatkannya kepada kita.
Ada 3 pertanyaan utama yang perlu ditanyakan kepad pasien/keluarga tentang obat yang digunakan:
1. Apa yang diketahui oleh pasien/keluarga tentang khaisat obat yang digunakan,
2. Apa yang diketahui pasien/keluarga tentang aturan pakai obat yang digunakan dan
3.  Apa yang diketahui pasie/keluarga tentang efek yang diharapkan dari obat yang digunakan. Kesulitan yang mungkin timbul adalah kadang pasien tidak dapat mengungkapkan dengan jelas apa yang dirasakannya.
Pasien perlu dipandu dalam mengukapkan apa yang dirasakan/dialami selama menggunakan obat,
Pertanyaan bisa berdasarkan sistem organ seperti sistim sirkulisi, saraf pernafasan, pencernaan, tulang dan otot, dll,
contoh:pada pasien yang mendapatkan kodein untuk menghilangkan nyeri, perlu dinyatakan apakah mengalami kesulitan untuk buang air besar.

Menanyakan riwayat alergi atau reaksi obat yang tidak diharafkan(adverse drug rection), jika pasien ppempunyai riwayat ini, maka perlu ditelusuri nama obat(nama generik, nama dagang), bentuk sediaannya, dosisnya, cara pemberiannya, kapan terjadinya, selang waktu antara obat digunakan dengan timbulnya reaksi yang tidak diharapkan, obat-obat lain yang digunakan bersamaan dengan obat yang dicurigai, gejal-gejala reaksi dan penangannan yang sudah dilakukan.
Mencatat informasi yang diberikan pasien/keluarga dalam suatu formulir, sebaiknya formulir dirancang sederhana namun bisa memuat informasi yang lengkap, sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengindentifikasi ada tidaknya yang terkait dengan penggunaan obat.

PENGGUNAAN OBAT MASA KEHAMILAN & MENYUSUI

Penggunaan obat pada ibu hamil memerlukan pertimbangan lebih khusus karena resiko tidak hanya pada ibu saja, tetapi juga janian yang dikandungnya. Resiko yang paling dihawatirkan adalah timbulnya kecacadtan pada janin atau bayi yang lahir nantinya, baik berupa cacat fisik maupun cacat fungsional. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah manfaat dari penggunaan obat lebih besar dari pada resikonya, sehingga ibu dapat melahirkan bayi yang sehat dengan selamat.
Tidak ada obat yang secara mutlak dianggap aman untuk digunakan pada masa kehamilan, Efek teratogonik tidak hanya dalam bentuk kecacatan fisik saja(malformasi), tetapi juga pertumuhan yang terganggu, karsinogenesis, gangguan fungsional atau mutagenesis. Kecacatan janin akibat obat diperkirakan sekitar 3% dari seluruh kelahiran cacat. Resiko paling tinggi untuk menimbulkan efek teratogenik adalah penggunaan obat pada trimester pertama, lebih tepatnya minggu ke 3 sampai dengan ke 8 dimana sebagian besar organ utama dibentuk. Setelah minggu ke 8 jarang terjadianomali struktur karena organ utama sudah terbentuk pada pase ini. Pada trimester II dan III efek teratogenik lebih kepada kecacatan fungsional, contohnya penggunaan obat ACE inhibitor pada trimester II dan III akan menyebabkan hipotensi pada janin.
Obat yang diberikan pada wanita hamil umumnya dapat melalui plasenta. Transper obat melalui membran plasenta terjadisecara defusi pasif. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses tranfer ini adalah konsentrasi obat dalam darah ibu, aliran darah plasenta, sifat fisiokimia obat (berat melekol rendah, obat yang larut dalam lemak, non-polar dan tidak terioniasi akan lebih mudah melewati membran plasenta), hanya obat yang berada dalam bentuk bebas dari ikatan protein yang dapat melewati membran plasenta.
Penggolongan tingkat keamanan penggunaan obat pada wanita hamil berdasarkan FDA Amerika Serikat banyak dijadikan acuan dalam mempertinbangkan penggunaannya dalam praktek, yaitu:
Katagori A.  Penelitian tercontrol menunjukan tidak ada resiko, Penelitian tercontrol dan memadai pada wanita hamil tidak menunjukkan adanya resiko pada janin.
Katagori B.  Tidak ada bukti resiko pada manusia Penelitian pada hewan menunjukan adanya resiko tetapi penelitian pada manusia tidak, Atau peenelitian pada hewan menunjukan tidak ada resiko tetapi penelitian pada manusia belum memadai.
Katagori C.  Resiko tidak dapat dikesampingkan<Penalitian pada manusia tidak memadai, Penelitian pada hewan menunjukan resiko atau tidak memadai.
Katagori D.  Resiko pada janin terbuktii positif, baik melalui penelitian atau post-maeketing srudy.
Katagori X.  Kontraindikasi pada kehamilan, Penelitian pada hewan atau manusia, atau data post-marketing study menunjukan adanya resiko pada janin yang secara jelas lebih merugikan dibanding manfaatnya. .

PRINSIP PENGGUNAAN OBAT PADA MASA KEHAMILAN.
Sedapat mungkin hindari penggunaan obat terutama pada trimester pertana kehamilan. Upayakan terapi non farmakologik.
Obat hanya diberikan jika jelas diperlukan dengan mempertimbangkan manfaat dan resikonya.
Hindari obat baru karena datanya masih terbatas.
Pilih obat dengan propil keamanannya yang sudah diketahui.
Utamakan monoterapi.
Gunakan dengan dosis efektif yang terrendah, tetapi perlu jiga diingat bahwa perubahan fisiologis ibu selama kehamilan akan mengubah farmakokinetika obat, sehingga pada beberapa obat mungkin perlu meningkatkan dosis untuk mempertahankan kadar terapeutiknya.
Gunakan obat dengan durasi sesingkat mungkin.
Hindari obat yang bersipat teratogen pada wanita usia produktif.
Jika obat yang digunakandiduga kuat dapat menyebabkan kecacatan maka lakukan USG.

PENGGUNAAN OBAT HERBAL PADA MASA KEHAMILAN.

Penggunaan obat herbal semakin meningkat pesat dibanyak negara didunia. Dibanyak negara obat herbal peraturannya tidak seketat obat, sehingga pemantauan efek sampingnyapun tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Tambahan pula tidak banyak lapoaran efek sampingnya yang dipublikasikan, akibatnya sulit untuk mendapatkan informasi mengenai efek samping obat herbal, khususnya pada pengguna pada masa kehamilan.
Kita mungkin menganggap obat herbal adalah produk alamiah sehingga bebas dari resiko efek samping, namun kenyataannya penggunaan obat herbal pada masa kehamilan tidak sepenuhnya bebas dari resiko baik terhadap ibu maupun janin. Meskipun hubungan sebab akibat dari laporan kasus yang dipublikasikan masih belum dapat dipastikan, sebaiknya kita waspada dan menganggap bahwa penggunaan obat herbal dikontraindikasikan selama kehamilan.

PEMAKAIAN OBAT UNTUK LANSIA
Seiring dengan keberhasilan pembangunan, khususnya bidang kesehatan, maka populasi penduduk Indonesia semakin banyak yang berumur panjang. Namun disisi lain umur panjang menurunkan fungsi organ sehingga menyebabkan semakin mudah mengalami atau menderita penyakit. Bantuan pengobatan makin dibutuhkan, umumnya obat merupakan pilihan utama dalam mengelola penyakit atau kesehatan penduduk berumur panjang (lansia). Banyak lansia yang harus memakai kombinasi obat-obatan.
Ilmu tentang penuaan (Geriatri) atau penyakit pada lansia (gerantologi)telah memberikan imformasi tentang perlunya perhatian khusus terhadap pemberian obat pada lansia. Apoteker diharapkan dapat memahami masalah dan kebutuhan mereka akan pelayanan kefarmasian dan medis.
Proses penuan pada umumnya dimulai pada umur 40 an yakni dengan adanya penurunan kondisi sel tubuh yang akan mempengaruhi fungsi organ, termasuk kemampuan sistem kesiimbangan tubuh dalam menghadapi penyakit atau tekanan seperti kelelahan. Sebagai contoh, flu pada lansia dapat lebih berbahaya daripada orang berusia muda.
Beberapa pengaruh penuan pada tubuh diuraikan dibawah ini :
Kulit menjadilebih tipis, kering, berkurangnya kadar lemak, berkerut, kurangnya fungsi pelindung dan bahkan kurangnya aliran darah kekulit.
Sistim pembuluh darah menurun seperti kurangnya aliran darah yang dipompa jantung, kurangnya elastisitas pembuluh darah dan menumpuknya zat-zat lemak pada bagian dalam arteri yang menyebabkan hipertensi.
Sistim pernapasan mengalami gangguan, misalnya:menempelnya kolagen diparu-paru yang menyebabkan kurangnya kemampuan untuk mengembang. berkurangnya aliaran darah ke paru-paru menyebabkan pernapasan berkurang efisein dan oksigen yang dialirkan ke tubuh menjadikurang. Hal ini menyebabkan frekuensi bernafas lebih cepat dari normal 16-20 kali per menit.
Sistim saraf mengalami penurunnan daya ingat dan kemampuan mengambil keputusan karena sel otak yang mati dan atau berkurangnya aliran darah ke otak. Bingun dan perubahan personalitas dapat terjadikarena kekurangan olsigen yang dibawa darah ke otak.
Sistim sensor/indra umumnya kurang kuat dan kurang jelas. mata kadang-kadang tidak tahan cahaya matahari langsung, telinga kurang mendengar, atau butuh suara lebih keras dan ingra perasa dan pembau juga kurang berpungsi dengan baik. Jika ini terjadimaka lansia akan bingung apa lagi kalau dalam lingkungan atau orang-orang yang tidak membantu.
Sistim pencernaan mengurangi penurunan gerakan dan sekresi asam lambung yang akan menyebabkan makanan sukar dicerna:sukar menguyah atau tidak nyaman karena gigi yang hilang/berkurang absorpsi yang berkurang sehingga kekurangan nutrisi.
Sistim pembuangan air seni yang menurun, seperti terjadinya penumpuan sisa-sisa metabolisme tubuh yang seharusnya dibuang yang disebabkan karena melambatnya fungsi penyaringan ginjal dan melambatnya aliran darah yang masuk keginjal.
Sistim hormon mengalami gangguan sekresi sehingga metabolisme sel tubuh tidak dapat diatur dengan baik dan tubuh tidak dapat bereaksi cepat terhadap tekanan dari luar. Misalnya banyak lansia yang mengalami diabet.
Sistem reproduksi mengalami pengurangan hormon seks, yang menyebabkan perubahan fisik, misalnya wanita berumur diatas 48 tahun tidak akan mentruasi, namun dalam hal kebahagian dalam aktifitas seksual lansia tidak begitu terganggu karena tidak hanya hormon sek tapi juga karena pengaruh sikap dan emosi.
Sistem otot mengalami penurunan kekuatan dan kelenturan, disamping itu juga mengalami peningkatan jumlah lemak yang menggantikan otot, tulang menjadi lebih ringan dan porositas tinggi, sehingga mudah patah dan lama tumbuh. Sendidan otot disekitarnya menjadirusak.
Karena pengaruh sepuluh hal diatas, maka jika lansia memakai obat, umumnya akan terjadi;pelambatan absorpsi, distribusi yang tidak dapat diprediksi, dan pelambatan biotranpormasi dan ekskrsi/eliminasi.
Disamping itu karena pada waktu bersamaan lansia mengalami beberapa gejala dan tau penyakit, maka umumnya diperlukan banyak obat, baik karena satu dokter memberikan banyak obat maupun lansia yang dirawat oleh beberapa dokter bahkan juga memakai obat bebas.
Keadaan ini kemungkinan besar akan menimbulkan interaksi antar obat dan juga makanan/minuman.
Aspek sosial dan psiologis lansia merupakan hal lain yang penting diperhatikan. Banyak keluarga yang menganggap adanya lansia menjadimasalah dirumah tangga. Hal ini terbukti dengan banyaknya lansia yang dikirim kepanti jompo atau disediakan pelayan/perawat khusus.
Seorang lansia tetap memerlukan kehidupan sosial seperti berteman, kontak dengan anak dan cucu dll. Namun karena kondisi serba berkurang, lansia kadang dianggap beban bagi orang lain, bisa saja Apoteker, dokter dan tetangga kesehatan lain enggan melayani lansia karena mungkin lansia kurang menanggapi atau patuh minum obat, sehingga mungkin hasil pengobatan tidak tampak atau lambat.
Dengan penambahan geriatrik dan gerantologi termasuk memahami aspek sosial dan psiologis lansia, maka kepedulian dan kesediaanaan melayani lansia dengan baik akan terwujud.
Hal ini sangat penting pada saat pemberiaan obat terutama agar lansia ikut serta bertanggung jawab dan ber partisipasi aktif(concordance)dalam pengobatan, misalnya kapan dan bagaimana cara memakai obat. Apoteker dan pendamping dirumah tangga dapat menjadiorang penting dalam mendukung, membantu, mengawasi dan bahkan menjaga kondisi psiologis lansia.
Oleh sebab itu perlu diperhatikan khusus terhadap hal yang diatas, dengan pengertian apoteker atau tenaga kesehatan lain penting sekali memahami keadaan lansia dengan permasalahannya disuatu sisi dan interaksi, efek samping, kontra indikasi dll dari obat yang diberikan.

CARA PEMBERIAN OBAT PADA LANSIA

Ketika dokter telah memilihkan obat bagi lansia dengan jenis dan dosis yang paling tepat, tugas selanjutnya adalah pemberian obat oleh apoteker.
Apoteker hendaknya menjadisumber informasi yang baik, hangat dan pengetahuannya yang cukup dalam melayani pasien lansia.
Saran berikut ini diharapkan mencapai terapi yang optimal melalui pemakaian obat yang tepat.
Hal pertama adalah memastikan data/informasi tentang pasien do kondisinya. Kekurangan oksigen keotak, efek samping obat, dan beberapa penyakit dapat menyebabkan lansia kurang mengenal dirinya atau setidak-tidaknya kondisi fisik sosial dan kondisi psiologisnya. Jadidapat saja terjadijika ditanya atau dipanggil lansia tidak menjawab.
Jelaskan apa yang akan anda lakukan/sampaikan untuk melayani lansia agar yang bersangkutan paham dan mau bekerjasama dalam pemakaian obat. Kadang-kadang lansia takut memakai obat mungkin karena tidak paham. Penjelasan yang ramah dan kesabaran untuk mendengarkan akan membantu pengobatan.
Jelaskan tentang oabat yang akan dipakai, mungkin saja lansia karena pengalamannya, pernah mengalami ketidaknyamanan dalam memakai obat. Jadiperlu ditanyakan atau dijelaskan untuk tidak perlu khawatir dan sampaikan manfaat yang akan dirasakan sambil menjelaskan dengan hati-hati kemungkinan efek samping yang akan terjadidan cara menghadapi atau mengatasinya.
Karena biasanya jenis obat yang dipakai banyak dan kemungkinan ada penolakan/ketidak patuhan lansia, maka jelaskan obat yang paling penting mana yang harus dipakai. Minta keluarga atau siapapun yang bisa jadipengawas pemakai obat(PMO) untuk membantu dan mengawasi pemakaian obat.
Jika lansia sukai memakai obat dapat dibantu dengan minum obat bersama makanan dan atau minuman yang sesuai. Hati-hati terhadap obat yang tidak tahan terhadap asam, jangan diberikan dengan jus buah;atau obat-obtan yang tidak tahan basa jangan diminum dengan susu.
Jelakan bila perlu berikan catatan jika pasien bingung mungkin disebabkan kodisi fisik/psiologis atau karena efeek samping obat.
Jika pasien lansia mengalami kekurangan pendengaran dan atau penglihatan, anda perlu menyusuaikan diri, misal bicara dengan mengatur tinggi dan rendah intonasi dan artikulasi suara pada saat memberikan penjelasan atau intruksi serta memberikan waktu untuk menjawab. Jika perlu buat tulisan yang jelas dengan huruf besar.
Perhatikan interaksi baik sesama obat atau makanan/minuman, termasuk kemungkinan  penyalahgunaan obat bebas, herbal atau alat tradisional.
Jika oabt memerlukan waktu panjang(obat-obat penyakit degeneratif seperti antihipertensi dan antidiabet) atau harus dalam aturan dosis/kuur yang tepat(antibiotik)
Perlu penjelasan tentang penyimpanan obat dengan baik dan menjaganya untuk tidak salah memakai dan menyimpan obat.
Jika ada obat yang diberi cara penggunaan ”bila perlu”maka perlu penjelasan mengapa dan apa tujuan penggunaan ”bila perlu”, misalnya analgetik tidak lagi dipakai jika rasa sakit sudah menghilang.

DOSIS BAYI DAN ANAK

Memilih dan menetapkan dosis bayi dan anak memang tidaklah mudah, Banyak faktor yang harus diperhatikan. Diantaranya adalah keadaan pasien, kasus sakit, jenis obat toleransi dan lainnya. Respon tubuh bayi dan anak terhadap obat tentulah tidak sama dengan respon orang dewasa. Berbagai mekanisme metabolik yang terdapat pada bayi, terutama bayi permatur dan bayi baru lahir memang belum dikembangkan dengan sempurna. Hal ini juga menyebabkan biotranfornasi terhadap obat menjaditerganggu, sehingga obat dapat berakumulasi ke arah konsentrasi letalnya dalam darah, keadaanini jarang terjadipada orang dewasa. Respon tubuh bayi terhadap obat dalam usia beberapa minggu yang pertama dalam kehidupannya akan jauh berbeda dibandingkan respon tubuh anak yang berumur 1 tahun. Begitu pula respon anak berumur 1 tahun akan berbeda dengan orang dewasa.
Ada kalanya dosis obat dinyatakan dalam mg/kg BB. Penyataan dosis seperti ini sebetulnya lebih baik, karena dosis akan berlaku untuk semua pasien, mulai bayi, anak hingga orang dewasa.
Namun pada kenyataannya, dosis obat yang tercantum umumnya hanya untuk orang dewasa, jika dikehendaki dosis bayi dan anak dihitung berdasarkan usia, bobot badan atau luas permukaan badan. Saat ini perhitungan dosis bayi dan anak berdasarkan usia orang dewasa suadah jarang dilakukan. Yang saat ini banyak dipakai adalah perhitungan dosis anak terhadap orang dewasa berdasarkan pada luas permukaan badan sebenarnya, perhitungan inilah yang dianggap paling baik pada saat ini karena perhitungan luas permukaan telah memnperhitungkan bobot badan dan tinggi tubuh.
PETUNJUK UMUM PEMBERIAN OBAT UNTUK KULIT

Pemberian obat untuk kulit,tidak hanya memerlukan perhatian tentang obat dan penyakit kulitnya saja,tetapi memerlukan dukungan psiologis,pertimbangan terhadap kondisi pasien,persiapan kulit/bagian yang akan di obati,pemakaian obat,pemakaian kasa,plester dan yang sejenisnya.
Hal-hal yang perlu di perhatikan ;
Dukungan Psikologis
Seseorang dengan kondisi kulit seperti gatal atau sakit biasanya mengalami stres,mungkin kurang tidur karena tidak nyaman dan depresi.Pasien dengan gejala psoriasi/penyakit kulit yang tida jelas sehubungan yang berlangsung lama dengan gela berwarna merah,adanya luka dengan lingkaran yang kering,memerlukan konsul bahwa mereka perlu belajar hiidup dengan penyakit tsb dengan menerima dan bersabar dengan kondisi tersebut.
Pertimbangan Terhadap kondisi pasien
Jika ada rasa sakit bisa saja di berikan analgesik sebelum memberikan obat kulit.Jelaskan apa yang harus dilakukan dan di perhatikan,misal ada obat kulit yang akan menimbulkan sensasi yang tidak biasa pada kulit seperti rasa panas atau terbakar.Jelaskan bagai mana posisi tubuh yang nyaman ketika memakai obat sehingga mudah untuk memakai obat.Jelaskan untuk menjaga agar jangan sampai obat mengenai pakaian atau tempat duduk/tidur.
Persiapan Kulit/Bagian yang akan di obati
Jika terdapat luka kemungkinan akan ada cairan atau bagian kulit yang terkelupas atau sisa obat sebelumnya.Jelaskan bahwa hal ini perlu di bersihkan terlebih dahulu sebelum memakai obat.Cara pencucian dengan air steril/bersih,bila perlu gunakan air hidrogen peroksida.Sedangkan kalau ada kasa yang di pakai sebelumnya dapat di buang dengan menggunakan pinset.Jelaskan bahwa pemakaian obat hanya pada bagian yang sakit,jika obatnya menyebabkan iritasi atau merusak kulitsehat,maka kulit yang sehat harus dilindungi,misalnya dengan lapisan paslin.
Pemakaian obat
Pada saat obat akan di berikan kepada pasien atau keluarganya maka perlu di berikan penjelasan tentang cara memakai obat yang tepat.Penjelasan yang perlu di berikan adalah agar memakai obat secara langsung.Cream atau linimen digosokan katangan terlebih dahulu:lasio dipakaikan dengan kapas:salap dengan aspatel kayu atau kapas untuk korek telinga (catton bud). Jelaskan pula jika ada luka terbuka atau infeksi gunakan sarun tangan steril.Gunakan obat dengan sentuhan ringan agar tidak ada rasa gatal.Pada saat membuka kemasan/wadah obat,letakan tutup wadah dalm posisi terbalik di tempat aman dan bersih.Pakai alat atau kapas bersih/steril untuk menampung obat dari tube/botol/beberapa obat kadang-kadang dipakai ketika mandi,seperti antiseptik dan sampo.Jika ada kebutuhan”gunakan seperlunya”perhatikan bahwa ini hanya obat yang tidak berbahaya jika dosis berlebih.Pemakaian ulang diberikan jika lapisan tipis sudah robek atau terlepas atau jika oabat telah diabsorpsi kedalam kulit.
Pemakaian Kasa,plester dan yang sejenis.
Plester dan bahan penutup lain seperti kasa hanya di pakaii  jika diminta dokter atau keperluan khusus.Hal ini di pertimbangkan karena plester atau kasa  dapat mengganggu penguapan dan penyerapan obat atau bahkan dapat mengiritsi kulit walaupun disisi lain dapat menjaga luka tidak terkena pakaian atau gesekan benda lain.Luka terifeksi terkadang mengeluarkan cairan seperti nanah,oleh sebab itu plester/kasa yang digunakan harus sering di ganti.Pada saat penggantian atau membuka plester atau kasa harus di lakukan hati-hati.Jika ada benang kasa yang menempel dan lengkep pada bagian luka,sebaiknya dilunakan terlebih dahulu dengan air steril.Membuang plester/kasa hendaknya dengan pinset.
Tindak lanjut
Setiap mempersiapkan penggunaan obat-obat topikal untuk kulit,perlu di buat catatan di kartu/buku catatan Pengobatan pasien (patient Medication Recod).Hal yang perlu dicatat antara lain kondisi/penampilan kulit yang sakit,jika di rumah sakit jika perlu perlu di foto.Misalnya jika nanti tidak ada perubahan/perbaikan berarti obatnya tidak bekerja atau jika ada tanda-tanda iritasi seperti kemerahan dan gatal,mungkin obatnya tidak cocok atau dosis terlalu besar.Jika kondisi penyakit membutuhkan pengobatan jangka panjang perlu di jelaskan agar pasien ikut bertanggung jawab dan memperhatikan cara pengobatan,pengembangan kondisi penyakit dan hal-hal yang perlu diperhatikan seperti tindakkan perubahan,adanya tanda-tanda iritasi seperti merah,gatal dan lain sebagainya.Bila seperti itu pasien di minta untuk memberitahukan apoteker atau dokter yang merawat.

TAHAPAN UMUM YANG DI ANJURKAN UNTUK PASIEN YANG MEMAKAI OBAT KULIT
Siapkan alat,obat dan bila perlu pereban/kasa/plester
Baca cara pakai yang tertera pada etiket yang diberikan apotek atau jika tidak ada baca brosur yang ada.
Cuci tangan dengan bersih
Atur posisi tubuh,tangan atau kaki yang memerlukan obat agar nyaman dan mudah memakai obat.
Bersihkan luka pada kulit yang akan di obati dengan air steril dan bila perlu dengan larutan H2O2 dan gunakan pinset untuk melepas kulit mati atau bagian luka mengeras.





2 comments:

  1. kalo ngga salah DOEN yg pertama tahun 1980. Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan maka DOEN direvisi setiap 2 tahun sekali....

    ReplyDelete
  2. mau tanya ? punya file jenis nama obat dan penggolongannya ?
    contohnya : hijau : antasid , dan yang lainnya
    mohon pencerahannya?

    ReplyDelete